Boh Gaca, Tradisi Penanda Cinta yang Terus Ada Hingga Kini

Advertorial15 Dilihat

aksarakata.id – Di tengah derasnya arus modernisasi, Aceh tetap menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang berhasil menjaga kekayaan adat dan budaya leluhur. Salah satu tradisi yang bertahan hingga kini adalah adat Boh Gaca, sebuah prosesi yang hidup dalam rangkaian adat perkawinan Aceh. Meski tidak sepopuler peusijuek atau upacara meukatib, Boh Gaca memiliki tempat khusus di hati masyarakat karena memuat simbol-simbol penghormatan, doa, dan harapan baik bagi pasangan pengantin.

Secara harfiah, Boh Gaca berarti “pacar” atau “henna”, yaitu pewarna alami yang digunakan untuk menghias tangan dan kaki pengantin. Namun, bagi masyarakat Aceh, Boh Gaca tidak sekadar kegiatan mempercantik diri. Prosesi ini merupakan ritual yang diyakini membawa keberkahan, melindungi pengantin dari hal-hal buruk, serta menjadi simbol kesiapan memulai kehidupan rumah tangga. Nilai-nilai luhur inilah yang membuat Boh Gaca tetap relevan dan digelar dalam berbagai bentuk, baik di pedesaan maupun perkotaan.

Pelaksanaan Boh Gaca biasanya dilakukan satu hari sebelum akad nikah atau resepsi. Acara digelar di rumah calon pengantin wanita, dengan kehadiran keluarga dekat, tetangga, dan tokoh adat setempat. Ruangan tempat prosesi dilakukan ditata khusus menggunakan kelengkapan adat Aceh, mulai dari tikar pandan, bantal bersulam emas, hingga hidangan tradisional. Suasana hangat dan penuh kekeluargaan menjadi ciri khas yang tidak pernah berubah, sekalipun konsep pernikahan berkembang semakin modern.

Prosesi dimulai dengan pembacaan doa oleh teungku kampung atau tokoh agama. Setelah itu, pacar yang telah diolah hingga menjadi pasta halus ditempatkan dalam wadah kecil. Pengolesan henna dilakukan oleh perempuan-perempuan yang dianggap dituakan, biasanya ibu, nenek, atau kerabat dekat yang dihormati. Mereka meletakkan pacar di ujung jari, telapak tangan, atau sebagian punggung tangan pengantin. Setiap polesan mengandung harapan tersendiri, seperti kemudahan rezeki, kebahagiaan, dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Selain aspek simbolis, Boh Gaca juga menjadi ruang bagi para perempuan untuk saling berbagi kisah. Percakapan ringan kerap mengalir, mulai dari cerita pengalaman berumah tangga hingga nasihat tentang peran istri dalam budaya Aceh. Atmosfer prosesi ini menciptakan ruang interaksi yang intim, memperlihatkan bahwa adat tidak hanya berupa ritual, tetapi juga sarana memperkuat ikatan sosial antaranggota komunitas.

Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pasangan yang menikah memilih memodifikasi prosesi Boh Gaca agar sesuai dengan kebutuhan dan selera masa kini. Misalnya, motif henna kini beragam: selain motif Aceh tradisional yang sederhana, beberapa pengantin juga memilih desain modern seperti motif India atau Timur Tengah. Namun, para pelaku budaya menilai bahwa modernisasi ini tidak menghilangkan makna adat selama struktur inti prosesi tetap dipertahankan.

Keunikan Boh Gaca juga menjadikannya daya tarik wisata budaya. Di beberapa daerah, prosesi ini diperkenalkan kepada wisatawan dan peneliti seni tradisi. Mereka dapat mengamati langsung penggunaan pacar alami yang diperoleh dari tumbuhan Lawsonia inermis, serta mempelajari keterampilan pengolesan henna dengan teknik tradisional. Aktivitas ini menjadi kontribusi positif bagi pelestarian adat, sekaligus memberikan kesempatan pemberdayaan ekonomi bagi perempuan lokal yang terampil membuat pacar dan melakukan desain Boh Gaca.

Masyarakat Aceh meyakini bahwa adat Boh Gaca adalah representasi nilai-nilai kesucian dan keberkahan dalam pernikahan. Tradisi ini mengajarkan bahwa persiapan menuju kehidupan rumah tangga tidak hanya berfokus pada aspek formal, tetapi juga pada pembentukan kesadaran spiritual dan emosional. Dengan demikian, prosesi Boh Gaca menjadi ruang perenungan bagi pengantin, keluarga, dan masyarakat untuk meresapi makna kebersamaan.

Di masa depan, tantangan pelestarian adat Boh Gaca kemungkinan akan semakin besar, seiring berkembangnya gaya hidup serbapraktis dan budaya populer global. Namun demikian, selama masyarakat Aceh masih menempatkan pernikahan sebagai bagian penting dalam struktur sosial mereka, Boh Gaca diyakini akan tetap dipertahankan. Kombinasi nilai religius, estetika, dan tradisi membuatnya menjadi salah satu warisan budaya yang bukan hanya indah, tetapi juga sarat makna.

Boh Gaca bukan sekadar polesan pacar di tangan pengantin. Ia adalah bahasa budaya, simbol penghormatan, dan warisan yang terus menghubungkan generasi Aceh dari masa ke masa. Tradisi ini tumbuh, beradaptasi, dan hidup bersama masyarakat menjadi penanda bahwa jati diri Aceh selalu terikat dengan adat yang mereka pelihara dengan penuh kebanggaan.(ADV)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *