aksarakata.id – Aceh tidak hanya dikenal sebagai daerah yang kaya sejarah, tetapi juga sebagai wilayah dengan ragam tradisi adat yang masih dipertahankan hingga kini. Di antara tradisi tersebut, peutron aneuk merupakan salah satu prosesi adat yang memiliki makna mendalam dan nilai budaya yang tinggi. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh masyarakat Aceh sebagai bentuk doa, harapan, dan simbol keberkahan bagi anak-anak yang sedang tumbuh menuju fase perkembangan baru.
Secara harfiah, peutron aneuk berarti “turun anak”, yaitu sebuah upacara untuk menurunkan atau memperkenalkan anak pada lingkungan sosial yang lebih luas setelah melalui tahap pertumbuhan tertentu, biasanya usia balita. Tradisi ini juga sering menjadi momentum bagi orang tua untuk mensyukuri kesehatan dan perkembangan anak mereka, sekaligus mempererat hubungan sosial dengan keluarga besar dan masyarakat sekitar.
Dalam pelaksanaannya, tradisi peutron aneuk melibatkan sejumlah tahapan ritual. Prosesi biasanya dimulai dengan pembacaan doa-doa selamat oleh tokoh agama atau tetua adat setempat. Doa tersebut dipanjatkan agar anak tumbuh menjadi pribadi yang sehat, beradab, dan membawa manfaat bagi keluarga serta masyarakat. Pembacaan doa juga sering disertai dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an sebagai penanda bahwa tradisi ini tidak hanya memiliki aspek budaya, tetapi juga berlandaskan nilai religius.
Setelah prosesi doa, anak yang menjadi pusat acara akan dibawa keluar rumah oleh orang tua atau kerabat terdekat. Pada momen inilah makna “peutron” atau “turun” tersebut diwujudkan. Anak biasanya didudukkan atau dibimbing untuk menapak tanah sebagai simbol telah memasuki tahapan perkembangan baru. Masyarakat Aceh memaknai simbol ini sebagai peneguhan kesiapan anak untuk mengenal lingkungan dan belajar berinteraksi dengan dunia sekitarnya.
Selain unsur ritual, tradisi peutron aneuk juga diperkaya dengan unsur budaya yang terlihat melalui pakaian dan perlengkapan yang digunakan selama prosesi. Anak yang dipeutron sering mengenakan pakaian adat Aceh, seperti baju berwarna cerah dengan aksen emas. Perlengkapan seperti talam atau nampan berisi rangkaian daun, beras padi, kue adat, dan bunga-bungaan juga digunakan untuk melengkapi prosesi. Setiap unsur memiliki makna simbolis: beras melambangkan kemakmuran, bunga sebagai lambang kesucian dan keharuman budi, sementara daun-daunan mencerminkan harapan untuk perlindungan dan kesehatan anak.

Masyarakat Aceh meyakini bahwa peutron aneuk adalah bentuk penguatan identitas budaya sejak dini. Dengan melibatkan keluarga besar dan masyarakat dalam prosesi ini, anak secara simbolis diperkenalkan pada akar budayanya sekaligus diasah kepekaannya terhadap nilai-nilai sosial. Kehadiran para tamu dalam acara tersebut menciptakan suasana kebersamaan yang hangat. Selain itu, tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan menjaga solidaritas antarwarga.
Tidak hanya berhenti pada ritual inti, beberapa daerah di Aceh juga menambahkan kegiatan pendukung seperti pemberian hadiah atau uang selamat kepada anak. Ada pula keluarga yang menggelar jamuan makan bersama sebagai bentuk syukur dan penghormatan kepada para tamu yang hadir. Jamuan ini biasanya terdiri dari hidangan khas Aceh seperti kuah beulangong, ayam tangkap, dan aneka kue tradisional.
Di tengah perkembangan zaman dan modernisasi, tradisi peutron aneuk masih tetap dilestarikan oleh banyak keluarga Aceh, baik di perkotaan maupun pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Aceh memiliki komitmen kuat dalam mempertahankan identitas budaya mereka. Beberapa keluarga mungkin mengadaptasi bentuk acara agar lebih sederhana atau disesuaikan dengan kondisi masa kini, namun nilai inti tradisi tetap dijaga.
Para pemerhati budaya Aceh menilai bahwa pelestarian tradisi seperti peutron aneuk sangat penting sebagai upaya menjaga keberlanjutan adat sebagai warisan tak benda. Tradisi ini tidak hanya menjadi prosesi simbolis, tetapi juga dapat berfungsi sebagai media pendidikan budaya bagi generasi muda. Di tengah globalisasi yang sering kali mengikis nilai-nilai lokal, peutron aneuk menjadi bukti bahwa masyarakat Aceh masih berpegang teguh pada akar tradisi mereka.
Ke depan, pelestarian peutron aneuk dapat diperkuat melalui dokumentasi budaya, kajian akademik, dan promosi melalui berbagai media. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya dikenal secara lokal, tetapi juga dapat menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang dihargai di tingkat nasional maupun internasional.
Sebagai salah satu tradisi yang sarat makna, peutron aneuk bukan semata prosesi adat, tetapi cerminan bagaimana masyarakat Aceh menghargai kehidupan, keluarga, dan nilai-nilai sosial. Prosesi ini menjadi pengingat bahwa budaya dan tradisi memiliki peran penting dalam membentuk identitas kolektif serta memperkaya keberagaman budaya di Nusantara.(ADV)






